Minggu, 04 Juli 2010

GALERI BEBEGIG NYEKIR



TOPENG BEBEGIG



SENI DAN BUDAYA TRADISI BEBEGIG SUKAMANTRI BEBEGIG NYEKER


Desa Sukamantri terletak disebelah Utara Kabupaten Ciamis, berbatasan langsung dengan Kabupaten Majalengka. Aktivitas warga masyarakatnya sebagian besar berdagang dan bertani, suasananya yang sejuk dingin dikelilingi pegunungan dengan ketinggian wilayah 700 - 950 meter diatas permukaan laut (DPL). Desa yang subur, adem tentrem itu ternyata memiliki seni budaya tradisional yang cukup kuno, yang sampai sekarang masih terlpelihara dengan baik secara turun temurun.

Nama kesenian tiu adalah BEBEGIG SUKAMANTRI, kenapa demikian, karena memeang hanya ada di Desa Sukamantri Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat.

Bebegig, berkaitan erat dengan wilayah sebelah Utara Desa Sukamantri, yang disebut Tawang Gantungan, sebuah bukit dengan hutan larangan yang masih dianggap keramat dan angker itu dipercaya masyarakat sekitar sebagai bekas kerajaan. Memiliki luas wilayah sekitar 3,5 Ha, dengan ketinggian 950 M DPL dan termasuk hutan alam kayu lain (HAKL). Bukit itu sedikit berbeda dengan bukit yang ada disekitarnya, dibagian lembahnya terdapat 3(tiga) parigi (parit) besar yang melingkarinya. Hal itu tidak ditemukan diwilayah lain, dibawahnya ada lereng terjal yang disebut oleh masyarakat dengan nama Panggeleseran, dibawah Penggelesaran sungainya mengalkirkan air jernih dari mata air yang ada disekitar lokasi itu.

Orang yang berkuasa diwilayah Tawang Gantungan pada waktu itu adalah Prabu Sampulur, yang dikenal sakti dan juga cerdik. Untuk menjaga didaerah tersebut dari orang yang punya niat jahat, dibuatlah topeng-topeng dari kulit kayu yang dibuat sedemikian rupa menyerupai wajah yang menyeramkan. Rambutnya terbuat dari ijuk kawung (Aren) yang terurai panjang kebawah, dilengkapi atribut mahkota dari kembang bubuay dan daun Waregu yang tersusun rapi diatas kepala topeng, dihiasi kembang hahapaan dan daun pipicisan. Atribut tersebut diambil dari tanaman liar yang tumbuh subur di daerah tawang gantungan, selintas biasa saja atribut yang dipasang di topeng tersebut, padahal beberapa atribut ternyata memilliki atau mengandung filosofi kehidupan yang sangat dalam.

Prabu Sampulur selalu menyerahkan daun Waregu Pancawarna dan kembang bubuay. Daun Waregu Pancawarna bukan berarti setiap helai daunnya warna-warni, melainkan hanya simbol kebaikan atau kebahagiaan. Sedangkan bunga yang keluar dari pohon sejenis rotan yang disebut bubuay itu ternyata mengandung filosofi kehidupan yang sangat berarti, dilihat dari bentuk bunga yang tersusun rapi berurutan, sebagai simbol runtut raut, sauyunan (kebersamaan), silih asah, silih asih, silih asuh, stiap helai bunganya menempel kuat di manggarnya (tangkainya). Kuatnya kebersamaan secara turun temurun tidak akan lepas dari pecah.

Selanjutnya topeng-topeng kulit kayu yang dibuat oleh Prabu Sampulur dipasang dipohon-pohon besar yang ada disekitar Tawang Gantungan konon, karena kesaktiannya bila ada orang yang berniat jahat melihat topeng tersebut seolah-olah melihat makhluk tinggi besar menyeramkan dan membuat takut orang itu.
Prabu Sampulur didatangi 2 orang pendatang ke tempat tersebut (Tawang Gantungan), orang itu bernama Sanca Manik dan Sanca Ronggeng, prabu sampulur sendiri mempunyai 17 orang yang bisa dipercaya dan bisa membantu termasuk Sanca Manik dan Sanca Ronggeng.

Kehidupan ditempat tersebut hanya bertani alakadarnya, bisa saja, dan berburu hewan apapun yang kiranya bisa dimakan. Sanca Ronggeng selalu menari-nari kegirangan bila mereka mendapatkan hewan buruan dan diikuti oleh yang lainnya sebagai ungkapan rasa gembira, senang. Karena keseringan melihat gerakan Sanca Ronggeng menari itu Prabu Sampulur teringat topeng yang dipasang dipohon dan Sanca Ronggeng adalah orang pertama yang memeakai topeng dan atributnya. Semenjak itu setiap mendapatkan hasil buruan mereka selalu menari memadukan jurus-jurus beladiri & tarian sambil memakai topeng. Diantara mereka, Sanca Ronggenglah yang paling lihai menari dan mengajarkan 7 gerakan tari yang juga dipadukan dengan jurus beladiri, kepada orang-orang disekitarnya.

Prabu Sampulur memanggil topeng-topeng tersebut dengan sebutan BABAGUG atau NGABAGUG (diam tak bergerak), karena dipasang dipohon setelah adanya Sanca Manik dan Sanca Ronggeng ke wilayah itu, baru topeng-topeng tesebut dijadikan perlengkapan tari-tarian. Prabu Sampulur tidak begitu lama menempati Wilayah Tawang Gantungan itu, akhirnya diganti oleh salahsatu dari orang kepercayaannya yaitu Margadati, sebagai penerus kekuasaan.
Margadari yang mempunyai ide atau cara supaya terciptanya keserasian antara gerakan dengan alat musik awalnya hanya kayu yang berlubang. Karena proses alam yang dipakai dipukul dengan kayu hingga keluar bunyi-bunyian.

Tidak sampai disitu, margadati dibantu oleh yang lainya trus berapresiasi, berkreasi, dan memperbaharui tempat atau wilayah Tawang Gantungan tersebut.

Kebiasaan masih berlanjut, jika mendapatkan hewan buruan, mereka menari-nari berkeliling sambil memakai topeng dengan atributnya bedanya Margadati menambahkan kolotok Kayu yang digoyang-goyangkan sebagai alat musik tambahan pengiring tarian dan juga kayu yang berlubang memanjang dipukul-pukul menjadikan suara riuh rendah, karena suara yang dikeluarkan dari alat musik itu Margadati memanggil orang-orang yang memakai topeng beserta atributnya itu dengan sebutan BEBEGIG, yang awalnya dari kata BABAGUG atau NGABAGUG (diam tak bergerak) dibantu oleh Sanca Manik & Sanca Ronggeng juga Masyarakat yang ada diwilayah tersebut, margadati menyarankan Bungbang Darat (Membuka Lahan Untuk Pertanian), juga menganjurkan memelihara kerbau disamping tenaganya bisa dimanfaatkan, juga dagingnya bisa dimakan.

Terjadi banyak perubahan semenjak Margadati berkuasa diwilayah tersebut, masyarakatnya mulai kelihatan mandiri, perlahan-lahan menuju kemakmuran. wilayah yang tadinya bernama Tawang Gantungan berganti nama menjadi Karang Gantungan. Kesenian BEBEGIG terus dilestarikan dengan baik, yang membedakan kalau awalnya digelar jika mendapatkan hewan buruan, selanjutnya tidak hanya itu, setiap panen tiba Margadati selalu menyerukan kepada Sanca Manik & Sanca Rongeng juga Masyarakat, agar menggelar kesenian BEBEGIG dengan alat musik sederhana yang terbuat dari kayu, kolotok, & kohkol (Kayu panjang yang tengahnya berlubang panjang), untuk menjaga ternak kerbau tersebut supaya tidak hilang atau agar mudah dicari, Margadati memasang kolotok ke leher Kerbau (Ukuranya lebih kecil dari kolotok yang dipakai BEBEGIG).
bersambung